Menenun Pola-Pola Kehidupan


Hakikat hidup berarti mengalir mengikuti lika-liku garis takdir yang terukir sejak kita belum lahir, menuju ke Haribaan Al-Qadir... (Ust. Satori AR)

Akumulasi hidup ini adalah kumpulan dari titik-titik yang menjelma menjadi garis takdir, terangkai kokoh dalam bingkai takdir yang membentuk warna-warni pola kehidupan, terhubung satu dengan yang lainnya. Garis-garis horizontal-nya terhubung dengan orang-orang disekitar kita, sedangkan garis vertikal-nya menjulang ke langit terhubung dengan Pencipta kita.

Garis horizontal kehidupan yang kita pijak saling terhubung dengan garis-garis horizontal kehidupan orang lain, bagaimana tidak, kehidupan kita menyebabkan perubahan garis kehidupan orang lain, dan kehidupan orang lain juga berpengaruh pada garis kehidupan kita semuanya saling mempengaruhi, saling berinteraksi.


Saat ada tawa, ada duka pada diri kita ataupun orang lain maka garis-garis yang terhubung akan memberi sinyal untuk sekedar “simpati” ataupun “empati”, sinyal untuk bersyukur dan bersabar tehadap kehendak-Nya. Sungguh jika dari garis-garis itu kita lukiskan peta, maka ia bagai bola raksasa dengan benang jutaan warna yang saling melilit, saling menjalin, lingkar melingkar,  indah, sangat indah dan sama sekali tidak rumit.

Namun kita juga bisa menjadikan lukisan peta warna kehidupan itu menjadi rumit, kusut, tak tergambar dengan indah karena perbuatan kita sendiri yang merusaknya. Tanpa sadar kita salah menenun pola-pola kehidupaan kita sehingga membuat benang warna-warni ini tidak sesuai pola (yang di inginkan Allah SWT). Jika hal itu terjadi kita tidak mungkin menggunting benang kehidupan kita karena menggungtingnya sama dengan kita membunuh diri kita sendiri, namun cara terbaik untuk membuatnya indah kembali adalah berbalik kembali ke arah polanya.

Kembali ke pola kehidupan yang sesuai perintah-Nya adalah cara terbaik untuk meraih ridho-Nya. Pola kehidupan yang lurus, sesuai dengan syari’at-Nya. Pastinya kita sudah tahu semua hal-hal yang membuat Dia meridhoi amalan kita ataupun yang dapat membuat Dia murka kepada hal-hal yang kita lakukan, karenanya dalam menjalani hidup ini seyogyanya kita harus mampu menyesuaikan kehendak dengan segala kehendak-Nya.

“Khairunnas anfa uhum linnas” (sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lain) begitu Rasulullah mewasiatkan kepada kita agar senantiasa menjadi insan yang baik, bermanfaat bagi sesama. Bukan insan yang perusak, yang menjadikan hadirnya diri kita sebagai ancaman bagi orang lain. Disadari ataupun tidak, diri kita saling terhubung dengan orang-orang di sekitar kita dan terhubung dengan Allah SWT, maka dalam menjalani hidup untuk menenun pola-pola kehidupan ini marilah kita fokus pada tujuan akhir, dengan menjadikan sebaik-baiknya proses kehidupan ini.

"Maka berlarilah menuju Allah"; sungguh Dialah asal sekaligus muara segala hidup, Pemilik sejati yang padaNya kita akan kembali
"Maka berlarilah menuju Allah"; dari gelisah pada tentram, dari lara ke usada, dari sesak ke lapang dada, dari gelap songsong cahaya
"Maka berlarilah menuju Allah"; dari keji menuju suci, dari dosa pada pahala, dari neraka menuju surga, dari murka pada ridhaNya
"Maka berlarilah menuju Allah"; dari haram pada yang halal, dari munkar untuk yang ma'ruf, dari yang terbenci menuju cintaNya.
"Maka berlarilah menuju Allah"; dekatmu sejengkal, Dia songsong sehasta; datang sehasta, Dia sambut sedepa; kau berjalan, Dia berlari
(Ust. Sallim A. Fillah)

Jika kita ingin terus bertumbuh, maka kita harus mampu melawan terpaan angin, menguatkan pundak kita untuk menahan amanah-amanah kehidupan, dan marilah kita menenum pola-pola kehidupan kita dengan baik, dengan menjadikan pribadi kita sebagai pribadi kasatria yang mampu bermanfaat bagi sesama, mampu menjadikan garis-garis kehidupan kita sebagai garis kebahagiaan bagi sesama. Wallahu’alam bishawab.



#RuangPena; Jum’at, 12.10.12
6.56 am

1 komentar:

  1. Aamiin, mari kita sama-sama menenun, menjadikannya kain, yang "mahal" harganya.. ^_^

    BalasHapus