Diberlalunya seperempat
abad usiaku
Kembali mengenangkanku
sebuah kaidah
“bencilah kesalahannya tapi
jangan kau benci orangnya”
Betulkah aku sudah mampu
begitu
pada saudaraku, pada
keluargaku,
pada kekasih yang kucintai?
Saat mereka terkhilaf dan
disergap malu
betulkah kemaafanku telah
tertakdir
mengiringi takdir kesalahan
mereka?
Tapi itulah yang sedang aku
perjuangkan
dalam tiap ukhuwwah dan
cinta
dalam tiap ikatan yang
Allah jadi saksinya
Karena aku tahu, bahwa
terhadap satu orang
aku selalu mampu membenci
luputnya
tapi tetap cinta dan
sayang pada pelakunya
itulah sikapku selalu, pada
diriku sendiri
Kucoba cerap lagi kekata
asy sayafi’I
“aku mencintai orang-orang
shalih”
begitu katanya, diiringi
titik air mata
“meski aku bukanlah bagian
dari mereka
dan aku membenci para
pemaksiatNya
meski aku tak berbeda
dengan mereka”
Ya…mungkin dia benar
Tapi dalam tiap ukhuwwah
dan cinta
dalam tiap ikatan yang
Allah jadi saksinya
aku ingin meloncat
kehakikat yang lebih tinggi
Karena tiap orang beriman
tetaplah rembulan
memiliki sisi kelam
yang tak pernah ingin
ditampakkan pada sesiapapun
maka cukuplah bagiku
memandang sang bulan
pada sisi cantik yang
menghadap ke bumi
Tentu, tanpa kehilangan
semangat
untuk selalu berbagi dan
sesekali merasai
gelapnya sesal dan
hangatnya nasehat
sebagaimana sang rembulan
yang kadang harus
menggerhanai matahari….
(Salim A. Fillah, Dalam Dekapa Ukhuwwah : 274-275)
*EpisodeRefleksi menunggu
"telur" untuk didadar
^^
telur didadar jadi twit twiter..
BalasHapusapik apik..